Natal Mahasiswa dan Pelajar Distrik Okhika di Gereja Imanuel Sentani tanggal 30 Desember 2008.Pada Natal tersebut Bapak Leo Mimin dalam khotbahnya berkata Mahasiswa dan pelajar merupakan tolak ukur pembangunan maju atau mundur ada ditangan pemuda dan pemudi.Dalam sabutan Bapak Enus Kalakmabin berkata bahwa sewaktu kami dikota jayapura belum mengadakan natal seperti adik adik yang telah adakan pada hari in.
Rabu, 31 Desember 2008
Selasa, 30 Desember 2008
WISATA LANGGENG MAGELANG
Wisata LANGGENG MAGGELANG Jawa tenggah sempat teri dan ibu berkunjung tempat wisata ini.pada waktu itu teri dan ibu melihat kehindaan dan fanorama wisata ini, membuat kami berdua puas. masyarakat disekitarnya setiap hari libur kebiasan mereka berliburan dengan anak-anak mereka kewisata yang ada di wilayah mereka salah satunya wisata langgeng ini. Luas wisata 300 kg m. sangat luas.lengkap pasilitas mau berenang dikolam, berenang sungai, nginap dihotel, nginap diwisma tinggal memilih apa aja lo..?. Wisata -wisata yang ada di pulau jawa merupakan aset pemerintah daerah salah satu hinggam daerah karena wisata yang ada dipalua jawa bali digunjungi oleh manca negara,maka hinggam daerah semakin besar.
Saya membandingi luas wilayah, sungai, hutan, gunung, laut, yang begitu luas diwilyah Timur Indonesia yaitu Propinsi Papua. Pengembangan wisata diPapua peluang besar untuk menanam dan membuka investasi daerah melalui wisata. Studi kami bahwa berpradigma Pejabat orang asli Papua sangat tidak efektiv untuk melihat peluang yang ada, maka kami menilai pejabat-pejabat asli orang Papua seolah-olah mereka masih hidup tetapi kepemimpinan mereka tidak efekti atau sudah mati. Mengapa demikian kita lihat kepemimpinan diluar orang papua beda, dengan kita orang asli papua tidak mampu bersaing hanya tinggal menuntut untuk papua merdeka, kalau kita merdeka dengan ekonomi pengembangan pembangunan diwilayah kita dengan dasar hukum lokal, maka kemerdekaan itu datang sendirinya.
Senin, 29 Desember 2008
Kesaksian ibu dorkas mengenai kendala yang telah dia hadapi diwamena merupakan perkumulan berat dalam hidupnya,kata ibu dorkas pekerjaan Tuhan memang sangat berat ,tantangan dan rintangan datang dari dalam maupun luar yang penting kita tabah menjalankan tugas kita masing-masing, walaupun banyak tantangan tapi bisa dapat diselesaikan hanya melalui Tuhan Yesus kristus kata ibu dorkas Taime di Gereja Injili Indonesia Jemaat El shaddai felafow sentani.
Kamis, 18 Desember 2008
Sungai ini keluar bibawa pantat gunung lim,gunung lim ini orang eropa dinamainya gunung yuliyana/aplim apom.Gunung ini penuh dengan salju.
Sungai ini kekuatanya sangat besar,kalau dekat kota sungai ini pasang tenaga listrik,dan juga Taman wisata,kalau kabupaten ketengban nanti ditempatkan di daerah Iryamo sunggai ini digunakan untuk tenaga listrik.
Sungai ini kekuatanya sangat besar,kalau dekat kota sungai ini pasang tenaga listrik,dan juga Taman wisata,kalau kabupaten ketengban nanti ditempatkan di daerah Iryamo sunggai ini digunakan untuk tenaga listrik.
Kamis, 11 Desember 2008
Lapter Famek
Dimulainya lapangan terbang Famek pada Tahun 2003 -dengan 2008 masih kerja,masyarakat didaerah famek terdiri dari , MARIKLA, LUMDAKNA, EMDE, BASIRINGNYE, YABOSOROM , 5 kampung ini berusaha bikin lapangan terbang dengan suwadaya masyarakat.
Alat-alat yang digunakan masyarakat bangun lapangan terbang ini dengan kemampuan terbatas, maka mereka page alat teradisional yang kita lihat ini , Gerobak asli buatan masyarakat dari kayu untuk angut tanah dan batu, sekop juga dibuat dari kayu, dan karung dijadikan noken. Kita lihat keadaan seperti ini ada motivasi masyarakat bisa bangunnsesuatu untuk pembangun daerah, sayangnya pemerintah daerah tidak mengunjungi didaerah seperti ini.
Bupati dan DPRD Kabupaten kan dipilih oleh rakyat dan dari rakyat tetapi sesudah naik ke kursi terhormat tidak perhatikan rakyat yang tadi pilih oleh karena itu masyarakat di Wilayah Kerja Kabupaten Pegunungan Bintang ini akan dipigir-pikir musin politik 200I0 Nanti.Kabupaten -kabupaten di Papua sangat disyangkan kepala daeranya karena Kepala daerah pekang uang rakyat berputar Jayapura,Jakarta sebenarnya uang yang Bupati Bupati terputar dijakarta jayapura uang itu bahwa ke Masyarakat disetiap Distrik sesuai dengan wilayah pendukung pasti masyarakat tidak berteriak .
Jadi masyarakat tidak mengharapkan pemerintah daerah yang penting masyarakat bisa bekerja sama dengan pihak luar bisa dapat perhatikan dan mendarati pesawat berbadan kecil dari misionaris.dengan pemikiran bahwa masyarakat ini bekerja lapangan terbang ini supaya masyarakat belum keluar dari kampung ke kota,ini adanya lapter ini bisa keluar kota ,maka masyarakat kerja geras untuk menghadirkan pesawat.Pengamat politik Pembangunan diPapua Drs.TERYANUS SALAWALA M.Si
Lihat Jawan Ini Untuk Wanita
- Kita lihat Jawan ini perempuan suku ketengban biasanya tanam dikolam -kolam, Jawan dalam bahasa suku ketengban (Yle),cara nanam (yle) ini,sebagai berikut:
- 1.Mereka Tanam dikolam-kolam,kecil dan besar dengan beberapa cara. kolam besar perempuan biasanya (yle) tanam dipingkir-pingir dengan alasan bawah jangan sampai (yle) tidak tumbuh baik, sedangkan kolam kecil tanam semua cara tanam seperti padi, kalau air sebatas lutut biasanya bertumbuh baik dan juga rawat lebih kampang dari pada kolom besar. 2. Cara mengambil jawan atau (yle) ini biasanya dicabut dan dipisah-pisahkan kemudian dijemur ditempat yang kering, baik didalam rumah maupun ditempat kering yang lain, sesuada kering mereka dianyam.
- Cara anyam (yle) ini biasanya mereka dibedakan perempuan muda dan tua, Ada juga cara anyam secara kelompok maupun pribadi artinya satu keluarga seperti ibu dan anak-anak.
- Dengan beberapa cara yang sampaikan diatas ini bapa ibu dan saudar -saudari sempat baca artikel ini dapat diketahui.kalau ada masukan atau kritikan silakan aku siap terima .Fenomen ini saya sampaikan kepada bublik supaya supaya tauh keadaan yang sebenarnya masyarakat dipedalam Papua masih gunakan alat-seperti ini perlu dibangun .
Selasa, 02 Desember 2008
Lapangan terbang ini berusia 34 tahun. Kita lihat usianya lebih tua tetapi sayangnya pesawat tidak mendarat, karena itu masyarakat Tanime sedang berusaha untuk direhapan lapangan terbang ini. Lapangan terbang ini, dibuka pada tahun 1974- 1975 oleh Misionaris (UFM) pimpinan Pdt Deap Colle berasal dari Ganada / Amerika. Pada waktu itu jumlah masyarakat Tanime sekitar 28000 jiwa, maka misionaris tersebut berusaha membuka lapter, masyarakat Tanime bekerja sekitar 355 meter dalam waktu singkat 2 bulan kemudian pesawat maaf telah mendarat sebanyak 65 kali, kemudian berhenti. Penyebab terjadi keberhentinya pesawat MAF tersebut tadi ini, karena kembah bumi berkekuatan 5,7 didaerah Tanime, Bime, dan Eipomek, pada tahun 1976,77, pada waktu itu korban jiwa, dan harta bendanya hilang/abis, dengan peristiwa itulah pihak Misionaris dan Pemda Jayawijaya memindahkan atau mengungsikan ke Borme. Masyarakat Tanime, Bime, Eipomek selama 4 tahun tinggal di daerah Borme, pada saat itu pemerintah Jayawijaya dan pemerintah Propinsi Papua perhatikan makanan dan obot-obatan terhadap masyarakat tersebut. pada tahun 1978-2008 pesawat MAF tidak mendarat, karena peristiwa kembah bumi berkekuatan 5,7 yang telah terjadi pada tahun-tahun yang telah kami utarahkan di atas ini, faktor utama yang menjadi pengaruh besar ke aksesan pelayanan gereja, pendidikan, ekonomi masyarakat diwilayah ini tertinggal dan keterbelakangan. Mengingat fenomena yang telah kami sampaikan melalui laporan ini Bapak Kepala Dinas Kabupaten Pagunungan Bintang dapat diketahui, maka pemerintah Indonesia berikan kepercayaan kepada pemerintah Propinsi dan Kabupaten Kota untuk memperhatikan daerah-daerah pedalaman yang telah tertinggal dan keterbelakang perlu diperhatikan secara penuh.
Dengan tujuan permasalaan rehapan lapangan terbang ini, banyak gendala yang masyarakat desa Tanime hadapi adalah alat-alat kerja seperti sekop, lingkis, karung, pakuel,Gerobak, akhirnya masyarakat Tanime pergi pinjam beberapa alat ditetanga pos eipomek dan bime seperti sekop, lingkis, pajul, dan sebagaian besar page alat-alat teradional yaitu kayu, noken dan sebagainya.
Masyarakat Tanime keinginan besar untuk kekota tetapi belum ada jalan yang bisa dapat ke kota sentani atau Wamena, maka mereka berusaha rehapan lapangan terbang secara swadaya walaupun alat-alat kerja kurang. Masyarakat ketengban lain mulai ke Kota, sedangkan masyarakat Tanime ini sudah tertinggal, jauh, sebenarnya masyarakat Tanime ingin merasahkan apa yang di rasahkan oleh desa-desa yang lain. Dengan pertimbangan ini masyarakat Tanime berpikir bahwa salah satu jalan untuk mengikuti perkembangan Kota adalah melalui lapangan terbang atau melalui pesawat udara, maka masyarakat Tanime mengadakan rahapan lapangan terbang sebagai berikut ini. Masyarakat Tanime menjadi sasaran dalam rehapan lapangan terbang ini, karena masyarakat Bime dan eipomek mereka bisa pergi ke kota sentani dan Wamena tetapi masyarakat Tanime belum pernah ke kota,maka masyarakat berusaha direap lapangan ini. Sedangkan kami mempunyai lapangan terbang tetapi kami belum pernah ke kota ada faktor apa pemikiran ini masyarakat Tanime menjadi sasaran untuk direhapan lapangan terbang tersebut.
Masyarakat Tanime berdoa untuk lapangan terbang ini, bisa mendarat kembali supaya kami bisa lihat perkembangan kota dan juga hasil bumi kami jual di kota, dengan pemikiran ini masyarakat berusaha direhapan lapter tersebut, maka masyarakat Tanimi berusaha mengajukan Proposal pada tahun 2006 melalui ibu Tina Kogoya sebagai wilayah pemilihan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian sidang paripurna DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2007 telah di tetapkan tiga lapangan terbang diantaranya lapter tanime dan yang lain yaitu: 1. Lapangan Terbang Tanime. 2 Lapangan terbang Kameme. 3 Lapangan Terbang Okbab
Pada tahun 2008 bulan pertama di revisi Permohonan itu adalah Teryanus Salawala M.Si, diajukan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian di asese dan ditunjukan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pegunungan Bintang.Beberapa bulan kemudian mahasiswa pelajar famek dan Tanime berusaha cari dana untuk cek aut elikopter Misioner ternyata bulan maret 2008 telah terjawab.Pada waktu itu pernah cek lending pesawat Eli Mision adalah Bapak Jeremias sebagai Koordinator pesawat Eli mision dan Pesawat MAAF bersama Kepala Dinas Perhubungan Udara Kabupaten Pegunungan Bintang dan salah satu intelektual famek berangkat dari Wamene mendarat famek dan Tanime. Sebelum beberapa orang tersebut diatas turun beberapa titik, masyarakat Tanime dan famek tidak bekerja serius, dengan alasan jangan sampai pesawat tidak mendarat, pikiran ini menjadi alangan masyarakat bekerja tidak serius,kemudian Masyarakat bertemu dengan beberapa pimpinan tersebut diatas dan Kepala Dinas Kabupaten Pegunungan Bintang dan pilot bertemu langsung bertatap muka, dan pilot dan kepala Dinas perhubungan menyuruh masyarakat Tanime bahwa harus lapangan ini di kupas dalam waktu dekat, kalau saya datang ke dua kali tidak kerja bpesawat tidak mendarat.
Kemudian pimpinan tersebut kembali ke Wamena,beberapa bulan kemudian mahasiswa Famek dan Tanime menjari jalan keluar untuk cek aut yang kedua,masyarakat pada saat ini berusaha kerja
Dengan tujuan permasalaan rehapan lapangan terbang ini, banyak gendala yang masyarakat desa Tanime hadapi adalah alat-alat kerja seperti sekop, lingkis, karung, pakuel,Gerobak, akhirnya masyarakat Tanime pergi pinjam beberapa alat ditetanga pos eipomek dan bime seperti sekop, lingkis, pajul, dan sebagaian besar page alat-alat teradional yaitu kayu, noken dan sebagainya.
Masyarakat Tanime keinginan besar untuk kekota tetapi belum ada jalan yang bisa dapat ke kota sentani atau Wamena, maka mereka berusaha rehapan lapangan terbang secara swadaya walaupun alat-alat kerja kurang. Masyarakat ketengban lain mulai ke Kota, sedangkan masyarakat Tanime ini sudah tertinggal, jauh, sebenarnya masyarakat Tanime ingin merasahkan apa yang di rasahkan oleh desa-desa yang lain. Dengan pertimbangan ini masyarakat Tanime berpikir bahwa salah satu jalan untuk mengikuti perkembangan Kota adalah melalui lapangan terbang atau melalui pesawat udara, maka masyarakat Tanime mengadakan rahapan lapangan terbang sebagai berikut ini. Masyarakat Tanime menjadi sasaran dalam rehapan lapangan terbang ini, karena masyarakat Bime dan eipomek mereka bisa pergi ke kota sentani dan Wamena tetapi masyarakat Tanime belum pernah ke kota,maka masyarakat berusaha direap lapangan ini. Sedangkan kami mempunyai lapangan terbang tetapi kami belum pernah ke kota ada faktor apa pemikiran ini masyarakat Tanime menjadi sasaran untuk direhapan lapangan terbang tersebut.
Masyarakat Tanime berdoa untuk lapangan terbang ini, bisa mendarat kembali supaya kami bisa lihat perkembangan kota dan juga hasil bumi kami jual di kota, dengan pemikiran ini masyarakat berusaha direhapan lapter tersebut, maka masyarakat Tanimi berusaha mengajukan Proposal pada tahun 2006 melalui ibu Tina Kogoya sebagai wilayah pemilihan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian sidang paripurna DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2007 telah di tetapkan tiga lapangan terbang diantaranya lapter tanime dan yang lain yaitu: 1. Lapangan Terbang Tanime. 2 Lapangan terbang Kameme. 3 Lapangan Terbang Okbab
Pada tahun 2008 bulan pertama di revisi Permohonan itu adalah Teryanus Salawala M.Si, diajukan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian di asese dan ditunjukan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pegunungan Bintang.Beberapa bulan kemudian mahasiswa pelajar famek dan Tanime berusaha cari dana untuk cek aut elikopter Misioner ternyata bulan maret 2008 telah terjawab.Pada waktu itu pernah cek lending pesawat Eli Mision adalah Bapak Jeremias sebagai Koordinator pesawat Eli mision dan Pesawat MAAF bersama Kepala Dinas Perhubungan Udara Kabupaten Pegunungan Bintang dan salah satu intelektual famek berangkat dari Wamene mendarat famek dan Tanime. Sebelum beberapa orang tersebut diatas turun beberapa titik, masyarakat Tanime dan famek tidak bekerja serius, dengan alasan jangan sampai pesawat tidak mendarat, pikiran ini menjadi alangan masyarakat bekerja tidak serius,kemudian Masyarakat bertemu dengan beberapa pimpinan tersebut diatas dan Kepala Dinas Kabupaten Pegunungan Bintang dan pilot bertemu langsung bertatap muka, dan pilot dan kepala Dinas perhubungan menyuruh masyarakat Tanime bahwa harus lapangan ini di kupas dalam waktu dekat, kalau saya datang ke dua kali tidak kerja bpesawat tidak mendarat.
Kemudian pimpinan tersebut kembali ke Wamena,beberapa bulan kemudian mahasiswa Famek dan Tanime menjari jalan keluar untuk cek aut yang kedua,masyarakat pada saat ini berusaha kerja
REHAPAN LAPTER TANIME
Penduduk asli Desa Tanime terdiri dari suku Mek dan suku Una, kedua suku ini disebut suku (Ketengban). Suku ini berasal dari satu nenek moyang sehingga adat-istiadat atau tradisinya sama. Masyarakat kedua suku tersebut merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di pegunungan "Kweterdam, Limdam". Kawasan pegunungan tersebut adalah tanah kelahiran suku Mek dan suku Una. Suku Mek bertutur kata Mek/kali, sedangkan suku Una menyebut Me/kali. Suku Mek dan suku Una terbagi dalam 4 (empat marga) besar, yaitu: Salawala, Nabyal, Malyo, Tengket. Marga-marga ini, satu nenek moyang, yang dipimpin oleh seorang kepala suku. Marga-marga ini mempunyai satu wadah yang mengatur struktur pemerintahan tradisional yang berfungsi mengatur dan menyelenggarakan segala macam aktivitas warganya, seperti dalam upacara adat perkawinan, kelahiran, inisiasi, kematian, membuka kebun baru, menanam, dan panen hasil kebun, perang saudara dan sebagainya. Masing-masing marga mempunyai hak ulayat dengan batas-batas alam yang jelas dan dipergunakan oleh warga/suku yang bersangkutan, untuk berbagai kepentingan seperti berkebun, berburu, dan sebagainya.
Pada tahun 1980-an wilayah Desa Tanime mulai dibuka dari isolasi dengan dunia luar oleh para misionaris Protestan, Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dengan menjadikan pusat kegiatan di Desa Tanime Pos Eipomek, dan berkembang ke seluruh 11 dusun. Misionaris tersebut adalah Pdt. Deve Colle dan Dina Colle. Misinya adalah mewujudkan secara kongkrit amanat agung dalam Injil, mengajarkan agama Kristen Protestan, dan mengembangkan organisasi gereja, secara khusus menerjemahkan Alkitab dalam Bahasa suku di wilayah Desa Tanime. Sepanjang tahun 1980-1982, usaha yang dilakukan para misionaris adalah membuka lapangan terbang untuk pesawat berbadan kecil di Pos Eipomek dan membuka taman baca tulis dalam bahasa setempat. Masyarakat lokal yang sudah mulai dapat membaca dan menulis diminta untuk mengajar dan menjadi guru (tutor) sehingga kegiatan belajar membaca dan menulis terus berkembang di 11 dusun.
Pada tahun 1983-1986 di sebelas dusun itu mempunyai gedung taman bacaan. Masyarakat dengan berbagai usia dari 11 dusun tersebut berbondong-bondong datang untuk belajar membaca dan menulis. Pada tahun 1987, Gereja Injili di Indonesia (GIDI) mendirikan sebuah gedung sekolah dasar berstatus swasta dengan nama SD YPPGI (Yayasan Pendidikan Prasekolahan Gereja Injili Indonesia). SD YPPGI merniliki 12 ruang kelas, serta dua buah rumah guru. Tenaga pengajarnya adalah guru-guru tamatan SMP dan SMA. Semua tenaga pengajar berstatus tenaga kontrak yang dibiayai oleh misionaris. Pada tahun 1988 proses belajar mengajar mulai berjalan dengan baik, pada waktu itu menerima murid sehanyak 400 anak laki-laki dan perempuan dan mereka belajar di SD YPPGI itu. Pada tahun 1993, pemerintah Indonesia melarang pihak misionaris tinggal di tanah Papua sehingga para misionaris tersebut harus pulang ke negaranya. Akibatnya, proses belajar mengajar di wilayah Desa Tanime berhenti dan anak-anak sekolah tersebut terlantar.
Dari tahun 1993-1996 di daerah ini anak-anak tidak sekolah, karena guru belum ada. Pada saat itu beberapa anak laki-laki meninggalkan rumah dan orang tua mereka untuk belajar di daerah Nalca dan Una. Selama 4 tahun masyarakat mengeluh karena sulitnya mendapatkan guru di wilayah tersebut. Pilot misionaris berusaha melihat keadaan ini dan melaporkannya ke Dinas Sosial Jayawijaya. Menanggapi laporan tersebut, Dinas Sosial mengirim satu tenaga guru ke Desa Tanime. Sejak tahun 1997 hingga sekarang guru dari Dinas Sosial tersebut masih mengabdi di Desa Tanime.
Belum direhapan lapangan terbang Tanime. Lapangan terbang ini berusia 34 tahun. Kita lihat usianya lebih tua tetapi sayangnya pesawat tidak mendarat,karena itu masyarakat Tanime sedang berusaha untuk di rehapan lapangan terbang ini.
Lapangan terbang Tanime ini, dibuka pada tahun 1974- 1975 oleh Misionaris (UFM) pimpinan Pdt Deap Colle berasal dari Ganada atau Amerika. pada waktu itu jumlah masyarakat Tanime sekitar 28000 ji
wa, maka masyarakat Tanime bekerja sekitar 355 meter dalam waktu singkat 2 tahun kemudian pesawat maaf telah mendarat sebanyak 65 kali, kemudian berhenti.
Penyebab terjadi keberhentinya pesawat MAF tersebut tadi ini, karena kembah bumi berkekuatan 5,7 didaerah Tanime, Bime, dan Eipomek, pada tahun 1976,77, pada waktu itu korban jiwa, dan harta bendanya abis, dengan peristiwa itu pihak Misionaris dan Pemda Jayawijaya memindahkan atau mengungsikan ke Borme. Masyarakat Tanime, Bime, Eipomek selama 4 tahun tinggal di daerah Borme, pada saat itu pemerintah Jayawijaya dan pemerintah Propinsi Papua perhatikan makanan dan obot-obatan terhadap masyarakat tersebut. pada tahun 1978-2008 pesawat MAF tidak mendarat, karena peristiwa kembah bumi berkekuatan 5,7 yang telah terjadi pada tahun-tahun yang telah kami utarahkan di atas ini, faktor utama yang menjadi pengaruh besar ke aksesan pelayanan gereja, pendidikan, ekonomi masyarakat di wilayah ini tertinggal dan keterbelakangan. Mengingat fenomena yang telah kami sampaikan melalui laporan ini Bapak Kepala Dinas Kabupaten Pagunungan Bintang dapat diketahui, maka pemerintah Indonesia berikan kepercayaan kepada pemerintah Propinsi dan Kabupaten Kota untuk memperhatikan daerah-daerah pedalaman yang telah tertinggal dan keterbelakang perlu diperhatikan secara penuh.
Dengan tujuan permasalaan rehapan lapangan terbang ini, banyak gendala yang masyarakat desa Tanime hadapi adalah alat-alat kerja seperti sekop, lingkis, karung, pakuel,Gerobak, akhirnya masyarakat Tanime pergi pinjam beberapa alat ditetanga pos eipomek dan bime seperti sekop, lingkis, pajul, dan sebagaian besar page alat-alat teradional yaitu kayu, noken dan sebagainya.
Masyarakat Tanime keinginan besar untuk kekota tetapi belum ada jalan yang bisa dapat ke kota sentani atau Wamena, maka mereka berusaha rehapan lapangan terbang secara swadaya walaupun alat-alat kerja kurang. Masyarakat ketengban lain mulai ke Kota, sedangkan masyarakat Tanime ini sudah tertinggal, jauh, sebenarnya masyarakat Tanime ingin merasahkan apa yang di rasahkan oleh desa-desa yang lain. Dengan pertimbangan ini masyarakat Tanime berpikir bahwa salah satu jalan untuk mengikuti perkembangan Kota adalah melalui lapangan terbang atau melalui pesawat udara, maka masyarakat Tanime mengadakan rahapan lapangan terbang sebagai berikut ini. Masyarakat Tanime menjadi sasaran dalam rehapan lapangan terbang ini, karena masyarakat Bime dan eipomek mereka bisa pergi ke kota sentani dan Wamena tetapi masyarakat Tanime belum pernah ke kota,maka masyarakat berusaha direap lapangan ini. Sedangkan kami mempunyai lapangan terbang tetapi kami belum pernah ke kota ada faktor apa pemikiran ini masyarakat Tanime menjadi sasaran untuk direhapan lapangan terbang tersebut.
Masyarakat Tanime berdoa untuk lapangan terbang ini, bisa mendarat kembali supaya kami bisa lihat perkembangan kota dan juga hasil bumi kami jual di kota, dengan pemikiran ini masyarakat berusaha direhapan lapter tersebut, maka masyarakat Tanimi berusaha mengajukan Proposal pada tahun 2006 melalui ibu Tina Kogoya sebagai wilayah pemilihan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian sidang paripurna DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2007 telah di tetapkan tiga lapangan terbang diantaranya lapter tanime dan yang lain yaitu: 1. Lapangan Terbang Tanime. 2 Lapangan terbang Kameme. 3 Lapangan Terbang Okbab
Pada tahun 2008 bulan pertama di revisi Permohonan itu adalah Teryanus Salawala M.Si, diajukan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian di asese dan ditunjukan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pegunungan Bintang.Beberapa bulan kemudian mahasiswa pelajar famek dan Tanime berusaha cari dana untuk cek aut elikopter Misioner ternyata bulan maret 2008 telah terjawab.Pada waktu cek lending pesawat Eli Mision adalah Bapak Jeremias sebagai Koordinator pesawat Eli mision dan Pesawat MAAF bersama Kepala Dinas Perhubungan Udara Kabupaten dan salah satu intelektual famek berangkat dari Wamene mendarat famek dan Tanime. Sebelum beberapa orang tersebut diatas turun beberapa titik, masyarakat Tanime dan famek tidak bekerja serius, dengan alasan jangan sampai pesawat tidak mendarat, pikiran ini masyarakat bekerja tidak serius. Masyarakat bertemu dengan beberapa pimpinan tersebut diatas dan Kepala Dinas Kabupaten Pegunungan Bintang dan pilot menyuruh masyarakat Tanime harus lapangan ini di kupas dalam waktu dekat, kalau saya datang ke dua kali tidak kerja pesawat tidak mendarat. Kemudian pimpinan tersebut kembali ke Wamena,beberapa bulan kemudian mahasiswa Famek dan Tanime menjari jalan keluar untuk cek aut yang kedua,masyarakat pada saat itu berusaha kerja
Pada tahun 1980-an wilayah Desa Tanime mulai dibuka dari isolasi dengan dunia luar oleh para misionaris Protestan, Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dengan menjadikan pusat kegiatan di Desa Tanime Pos Eipomek, dan berkembang ke seluruh 11 dusun. Misionaris tersebut adalah Pdt. Deve Colle dan Dina Colle. Misinya adalah mewujudkan secara kongkrit amanat agung dalam Injil, mengajarkan agama Kristen Protestan, dan mengembangkan organisasi gereja, secara khusus menerjemahkan Alkitab dalam Bahasa suku di wilayah Desa Tanime. Sepanjang tahun 1980-1982, usaha yang dilakukan para misionaris adalah membuka lapangan terbang untuk pesawat berbadan kecil di Pos Eipomek dan membuka taman baca tulis dalam bahasa setempat. Masyarakat lokal yang sudah mulai dapat membaca dan menulis diminta untuk mengajar dan menjadi guru (tutor) sehingga kegiatan belajar membaca dan menulis terus berkembang di 11 dusun.
Pada tahun 1983-1986 di sebelas dusun itu mempunyai gedung taman bacaan. Masyarakat dengan berbagai usia dari 11 dusun tersebut berbondong-bondong datang untuk belajar membaca dan menulis. Pada tahun 1987, Gereja Injili di Indonesia (GIDI) mendirikan sebuah gedung sekolah dasar berstatus swasta dengan nama SD YPPGI (Yayasan Pendidikan Prasekolahan Gereja Injili Indonesia). SD YPPGI merniliki 12 ruang kelas, serta dua buah rumah guru. Tenaga pengajarnya adalah guru-guru tamatan SMP dan SMA. Semua tenaga pengajar berstatus tenaga kontrak yang dibiayai oleh misionaris. Pada tahun 1988 proses belajar mengajar mulai berjalan dengan baik, pada waktu itu menerima murid sehanyak 400 anak laki-laki dan perempuan dan mereka belajar di SD YPPGI itu. Pada tahun 1993, pemerintah Indonesia melarang pihak misionaris tinggal di tanah Papua sehingga para misionaris tersebut harus pulang ke negaranya. Akibatnya, proses belajar mengajar di wilayah Desa Tanime berhenti dan anak-anak sekolah tersebut terlantar.
Dari tahun 1993-1996 di daerah ini anak-anak tidak sekolah, karena guru belum ada. Pada saat itu beberapa anak laki-laki meninggalkan rumah dan orang tua mereka untuk belajar di daerah Nalca dan Una. Selama 4 tahun masyarakat mengeluh karena sulitnya mendapatkan guru di wilayah tersebut. Pilot misionaris berusaha melihat keadaan ini dan melaporkannya ke Dinas Sosial Jayawijaya. Menanggapi laporan tersebut, Dinas Sosial mengirim satu tenaga guru ke Desa Tanime. Sejak tahun 1997 hingga sekarang guru dari Dinas Sosial tersebut masih mengabdi di Desa Tanime.
Belum direhapan lapangan terbang Tanime. Lapangan terbang ini berusia 34 tahun. Kita lihat usianya lebih tua tetapi sayangnya pesawat tidak mendarat,karena itu masyarakat Tanime sedang berusaha untuk di rehapan lapangan terbang ini.
Lapangan terbang Tanime ini, dibuka pada tahun 1974- 1975 oleh Misionaris (UFM) pimpinan Pdt Deap Colle berasal dari Ganada atau Amerika. pada waktu itu jumlah masyarakat Tanime sekitar 28000 ji
Penyebab terjadi keberhentinya pesawat MAF tersebut tadi ini, karena kembah bumi berkekuatan 5,7 didaerah Tanime, Bime, dan Eipomek, pada tahun 1976,77, pada waktu itu korban jiwa, dan harta bendanya abis, dengan peristiwa itu pihak Misionaris dan Pemda Jayawijaya memindahkan atau mengungsikan ke Borme. Masyarakat Tanime, Bime, Eipomek selama 4 tahun tinggal di daerah Borme, pada saat itu pemerintah Jayawijaya dan pemerintah Propinsi Papua perhatikan makanan dan obot-obatan terhadap masyarakat tersebut. pada tahun 1978-2008 pesawat MAF tidak mendarat, karena peristiwa kembah bumi berkekuatan 5,7 yang telah terjadi pada tahun-tahun yang telah kami utarahkan di atas ini, faktor utama yang menjadi pengaruh besar ke aksesan pelayanan gereja, pendidikan, ekonomi masyarakat di wilayah ini tertinggal dan keterbelakangan. Mengingat fenomena yang telah kami sampaikan melalui laporan ini Bapak Kepala Dinas Kabupaten Pagunungan Bintang dapat diketahui, maka pemerintah Indonesia berikan kepercayaan kepada pemerintah Propinsi dan Kabupaten Kota untuk memperhatikan daerah-daerah pedalaman yang telah tertinggal dan keterbelakang perlu diperhatikan secara penuh.
Dengan tujuan permasalaan rehapan lapangan terbang ini, banyak gendala yang masyarakat desa Tanime hadapi adalah alat-alat kerja seperti sekop, lingkis, karung, pakuel,Gerobak, akhirnya masyarakat Tanime pergi pinjam beberapa alat ditetanga pos eipomek dan bime seperti sekop, lingkis, pajul, dan sebagaian besar page alat-alat teradional yaitu kayu, noken dan sebagainya.
Masyarakat Tanime keinginan besar untuk kekota tetapi belum ada jalan yang bisa dapat ke kota sentani atau Wamena, maka mereka berusaha rehapan lapangan terbang secara swadaya walaupun alat-alat kerja kurang. Masyarakat ketengban lain mulai ke Kota, sedangkan masyarakat Tanime ini sudah tertinggal, jauh, sebenarnya masyarakat Tanime ingin merasahkan apa yang di rasahkan oleh desa-desa yang lain. Dengan pertimbangan ini masyarakat Tanime berpikir bahwa salah satu jalan untuk mengikuti perkembangan Kota adalah melalui lapangan terbang atau melalui pesawat udara, maka masyarakat Tanime mengadakan rahapan lapangan terbang sebagai berikut ini. Masyarakat Tanime menjadi sasaran dalam rehapan lapangan terbang ini, karena masyarakat Bime dan eipomek mereka bisa pergi ke kota sentani dan Wamena tetapi masyarakat Tanime belum pernah ke kota,maka masyarakat berusaha direap lapangan ini. Sedangkan kami mempunyai lapangan terbang tetapi kami belum pernah ke kota ada faktor apa pemikiran ini masyarakat Tanime menjadi sasaran untuk direhapan lapangan terbang tersebut.
Masyarakat Tanime berdoa untuk lapangan terbang ini, bisa mendarat kembali supaya kami bisa lihat perkembangan kota dan juga hasil bumi kami jual di kota, dengan pemikiran ini masyarakat berusaha direhapan lapter tersebut, maka masyarakat Tanimi berusaha mengajukan Proposal pada tahun 2006 melalui ibu Tina Kogoya sebagai wilayah pemilihan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian sidang paripurna DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2007 telah di tetapkan tiga lapangan terbang diantaranya lapter tanime dan yang lain yaitu: 1. Lapangan Terbang Tanime. 2 Lapangan terbang Kameme. 3 Lapangan Terbang Okbab
Pada tahun 2008 bulan pertama di revisi Permohonan itu adalah Teryanus Salawala M.Si, diajukan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian di asese dan ditunjukan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pegunungan Bintang.Beberapa bulan kemudian mahasiswa pelajar famek dan Tanime berusaha cari dana untuk cek aut elikopter Misioner ternyata bulan maret 2008 telah terjawab.Pada waktu cek lending pesawat Eli Mision adalah Bapak Jeremias sebagai Koordinator pesawat Eli mision dan Pesawat MAAF bersama Kepala Dinas Perhubungan Udara Kabupaten dan salah satu intelektual famek berangkat dari Wamene mendarat famek dan Tanime. Sebelum beberapa orang tersebut diatas turun beberapa titik, masyarakat Tanime dan famek tidak bekerja serius, dengan alasan jangan sampai pesawat tidak mendarat, pikiran ini masyarakat bekerja tidak serius. Masyarakat bertemu dengan beberapa pimpinan tersebut diatas dan Kepala Dinas Kabupaten Pegunungan Bintang dan pilot menyuruh masyarakat Tanime harus lapangan ini di kupas dalam waktu dekat, kalau saya datang ke dua kali tidak kerja pesawat tidak mendarat. Kemudian pimpinan tersebut kembali ke Wamena,beberapa bulan kemudian mahasiswa Famek dan Tanime menjari jalan keluar untuk cek aut yang kedua,masyarakat pada saat itu berusaha kerja
Langganan:
Komentar (Atom)
