Jumlah penduduk Desa Tanime pada tahun 2006 sebanyak 8.114 orang, sementara luas wilayah 54,32 km2 sehingga kepadatan penduduknya mencapai 2,91 per km2. Mengingat luas masing-masing dusun di Desa Tanime belum jelas, maka diasumsikan tingkat kepadatan untuk dusun-dusun lain sama. Data ini memberikan petunjuk, bahwa daerah ini berpenduduk jarang sehingga optimalisasi pembangunan mengenai lahan pertanian, peternakan, perikanan dan potensi hutan masih rendah. Dalam hal ini Kepala Sekolah SD Negeri Desa Tanime, Agus Jikwa mengatakan: "Tingkat kepadatan penduduk di Desa Tanime cukup padat dibanding desa-desa lain di Kecamatan Bime Kabupaten Pegunungan Bintang. Selama 13 tahun saya mengabdi sebagai guru SD Negeri Desa Tanime, mengamati keadaan desa ini, setiap tahun bertambah jumlah penduduk dan anak sekolah. Secara khusus murid-murid SD dalam satu tahun murid baru sekitar 200 lebih, maka saya mengasumsikan bahwa kepadatan penduduk Desa Tanime lebih besar dibanding desa-desa yang lain di Desa Tanime (Wawancara, 20-9-2006)." Desa Tanime relatif lebih padat dibandingkan desa-desa lain karena di desa ini terdapat sekolah dasar yang menjadi tujuan bagi penduduk di desa-desa sekitarnya untuk menyekolahkan anaknya di Desa Tanime. Dapat dikatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk di Desa Tanime disebabkan oleh penduduk yang lahir dan penduduk yang datang dan bermukim di Tanime. Pola ekonomi masyarakat Desa Tanime serta beberapa dusun di sekitarnya masih pada tahap subsistensi, yaitu hasil usaha mereka utamakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, bila ada kelebihan dapat diberikan kepada kaum kerabat. Jika mereka menjual ke Kota Jayapura harus diangkut dengan pesawat terbang, dengan biaya sangat mahal. Produk yang dapat dipasarkan, diantaranya ialah: hasil perkebunan, pertanian, peternakan seperti ayam, babi, sayur mayur, dan hasil buruan. Mengenai hal ini, Sekretaris Desa Tanime, Daud Malyo menjelaskan: "Masyarakat Desa Tanime mempunyai hasil kebun, tetapi susah untuk memasarkan, karena pembeli tidak ada. Salah satunya hasil usaha masyarakat ini kirim ke Jayapura dan Kota Wamena tetapi ongkos pesawat semakin tinggi sehingga hal ini bagi masyarakat di sekitar ini menjadi hambatan (Wawancara dengan Daud Malyo, 23_-9-2006)."
Demikian, pola pendapatan yang ekonomi masyarakat di Desa Tanime, mempunyai hasil bumi yang cukup untuk menghidupi keluarga. Namun, hasil bumi ini belum dapat mencukupi biaya hidup keluarga karena tidak adanya akses untuk memasarkan hasil kebun. Masyarakat Desa Tanime berharap pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang segera memperhatikan perkembangan ekonomi masyarakat desa ini dengan membuka pasar di daerah ini supaya masyarakat di 11 dusun ini dapat memasarkan hasil pertanian mereka dan memajukan ekonomi masyarakat. Dari pola ekonomi subsistensi tersebut di atas sudah barang tentu mereka tidak memperoleh pendapatan yang tetap, sehingga tingkat kesejahteraan hidupnya rendah. Mereka pada umumnya adalah petani dengan pola berladang berpindah-pindah (shifing cultivation) karena lahan garapnya luas, tingkat kesuburan tanah baik. Jenis tanaman yang ditanam ialah: sayur-mayur, ubi-ubian, pisang, kacang-kacangan, kopi, dan lain-lain. Berburu, menangkap ikan, meramu dan mengumpulkan hasil hutan merupakan kegiatan penunjang pendapatan keluarganya. Pola pendapatan yang tidak tetap ini merupakan salah satu indikator dari kemiskinan. Kepala Suku Desa Tanime, Filipus Nabyal mengatakan: "Saya melihat pola kehidupan masyarakat di Desa Tanime adalah berkebun secara tradisional. Sejak misionaris masuk wilayah ini pada tahun 1980-1999, saya tamat SD YPPGI Pos Eipomek 1991 waktu itu pemerintah Jayawijaya mencalonkan saya menjadi Kepala Desa Tanime tetapi tidak memperhatikan kebutuhan saya maupun masyarakat. Saya bertugas di desa ini tanpa gaji. Saya sudah pernah menghadap di Wamena tetapi tidak ada yang menanggapi persoalan masyarakat ini. Sekarang saya menyesal karena saya tidak melanjutkan sekolah. Sejak 1980-2000 belum ada perubahan. Masyarakat di sini menghidupi keluarga dengan hasil buruan dan perkebunan secara tradisional (Wawancara dengan Kepala Suku, Filipus Nabyal, 20-9-2006)." Pendapatan yang tidak tetap menyebabkan pola kehidupan masyarakat Desa Tanime berada dalam kesulitan baik di bidang kesejahteraan, kesehatan maupun pendidikan. Penduduk sulit untuk mendapatkan uang guna membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari. Penduduk juga kesulitan untuk mendapatkan obat-obatan, serta kesulitan untuk membayar keperluan pendidikan, berupa alat-alat tulis atau buku-buku sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat Desa Tanime termasuk masyarakat yang masih tertinggal.
Harta benda berharga yang dimiliki warga masyarakat Desa Tanime sangat terbatas. Benda-benda yang dimiliki umumnya berupa peralatan kerja. Di antaranya adalah alat-alat perkebunan berupa kapak batu dan parang, peralatan dapur, peralatan perang, serta jumlah pakaian yang sebenarnya kurang layak pakai. Harta benda yang terbatas ini juga merupakan salah satu indikator daripada kemiskinan. Pdt. Yakop Mirin menjelaskan: "Harta benda masyarakat Desa Tanime ada 3 yaitu (1) Kapak batu, (2) Yubi, (3) Nogen. Ketiga harta tersebut mempunyai fungsi. Dalam bahasa suku, Kapak Batu adalah (kilya), kapak batu ini berfungsi untuk berkebun, menebang pohon untuk bikin rumah, bangun jembatan, ambil kayubakar, maka masyarakat di sekitar ini beranggapan bahwa kapak sebagai harta benda. Sedangkan Yubi dalam bahasa suku (Yin). Yubi ini berfungsi sebagai alat ampuh untuk berperang dan berburu. Sebelum orang barat ada di daerah ini perempuan tidak boleh injak atau lewat dan juga perempuan tidak diijinkan perang. Nogen dalam bahasa suku adalah (Allen), nogen berfungsi sebagai alat untuk isi hasil kebun dan hasil buruan serta setelah melahirkan anak dan isi dalam nogen itu sampai besar, karena itu ketiga harta ini masyarakat Desa Tanime sangat meyakini. Sedangkan harta modern seperti uang, parang, kapak, serta barang-barang yang lain itu kami belum memiliki (Wawancara dengan Pdt. Yakop Mirin, 24-9-2006)." Masyarakat Desa Tanime tidak memiliki kekayaan berupa harta benda, kecuali berupa benda-benda yang digunakan sebagai alat untuk berburu, berkebun atau bercocok tanam dan membawa barang. Teknologi yang dimiliki masyarakat pada umumnya masih sangat sederhana. Keadaan ini terus berlanjut hingga sekarang. Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat memiliki teknologi modern dan mampu mengakses pendidikan yang lebih baik yaitu mereka yang mampu pergi ke kota. Tingkat ketergantungan warga masyarakat Desa Tanime serta desa-desa yang lain di sekitarnya tergolong tinggi. Menurut pengamatan, ada tiga jenis ketergantungan yaitu: (1) Ketergantungan pada kaum kerabat, (2) ketergantungan pada misionaris, (3) ketergantungan pada pemerintah. Ketergantungan ini disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang seharusnya disediakan oleh pemerintah. Selain itu, daya juang masyarakat juga masih rendah. Sebenarnya, keinginan masyarakat untuk maju tetap besar sehingga perlu terus didorong dengan memberikan motivasi untuk meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan sumber daya alam setempat. Masalahnya, belum ada pasar lokal yang dapat menyerap seluruh hasil bumi masyarakat Desa Tanime. Pdt. Jenafsky mengatakan: "Saya sebagai misionaris tinggal di Desa Tanime selama 20 tahun mengamati kehidupan masyarakat Desa Tanime. Bukan saja disini tetapi semua orang Papua baik yang ada di kota maupun di pedalaman bergantung pada kerabat, misionaris, dan pemerintah, maka kehidupan ekonomi mereka belum ada perubahan. Sebenarnya saya sebagai misionaris tidak bisa berbicara seperti ini, tetapi saya prihatin kepada generasi Papua yang akan datang, kalau mereka hidup seperti ini terus akan menjadi fatal, dalam keluarganya (Wawancara dengan Jenafsky, 25-9-2006)." Ketergantungan kepada famili merupakan pengaruh dari kultur budaya Papua. Masyarakat Papua tidak bisa lepas dari kultur dan budaya saling mengasihi sebagai sesama saudara. Hal ini merupakan wujud dari eratnya hubungan kekeluargaan dan kekerabatan sosial masyarakat Papua pada umumnya. Masyarakat Papua perlu waktu dan proses untuk keluar dari ketergantungan. Kultur demikian, secara positif dapat memudahkan mereka untuk bergotong royong dalam pembangunan. Secara negatif, kultur ini dapat memanjakan masyarakat karena tanpa bekerja pun sudah tercukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi kesehatan masyarakat Desa Tanime masih rendah. Kondisi ini tampak pada lingkungan pekarangan rumah yang tidak bersih, lokasi kandang babi yang berdekatan dengan perumahan penduduk, belum ada tempat pembuangan sampah secara khusus, belum ada tempat mandi, cuci, kecuali rumah misionaris dan rumah guru. Masyarakat Desa Tanime mandi tidak teratur. Air minum diambil secara langsung di mata air, kali, dan sungai di sekitar Desa Tanime.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar