Jumat, 14 November 2008

asal usul suku ketengban (1)

Penduduk asli Desa Tanime terdiri dari suku Mek dan suku Una, kedua suku ini disebut suku (Ketengban). Suku ini berasal dari satu nenek moyang sehingga adat-istiadat atau tradisinya sama. Masyarakat kedua suku tersebut merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di pegunungan "Kweterdam, Limdam". Kawasan pegunungan tersebut adalah tanah kelahiran suku Mek dan suku Una. Suku Mek bertutur kata Mek/kali, sedangkan suku Una menyebut Me/kali. Suku Mek dan suku Una terbagi dalam 4 (empat marga) besar, yaitu: Salawala, Nabyal, Malyo,Dea,l Tengket. Marga-marga ini, satu nenek moyang, yang dipimpin oleh seorang kepala suku. Marga-marga ini mempunyai satu wadah yang mengatur struktur pemerintahan tradisional yang berfungsi mengatur dan menyelenggarakan segala macam aktivitas warganya, seperti dalam upacara adat perkawinan, kelahiran, inisiasi, kematian, membuka kebun baru, menanam, dan panen hasil kebun, perang saudara dan sebagainya. Masing-masing marga mempunyai hak ulayat dengan batas-batas alam yang jelas dan dipergunakan oleh warga / suku yang bersangkutan, untuk berbagai kepentingan seperti berkebun, berburu, dan sebagainya.

Pada tahun 1980-an wilayah Desa Tanime mulai dibuka dari isolasi dengan dunia luar oleh para misionaris Protestan, Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dengan menjadikan pusat kegiatan di Desa Tanime Pos Eipomek, dan berkembang ke seluruh 11 dusun. Misionaris tersebut adalah Pdt. Deve Colle dan Dina Colle. Misinya adalah mewujudkan secara kongkrit amanat agung dalam Injil, mengajarkan agama Kristen Protestan, dan mengembangkan organisasi gereja, secara khusus menerjemahkan Alkitab dalam Bahasa suku di wilayah Desa Tanime.

1 komentar:

chiney mengatakan...

BANYAKNYA PEMEKARAN DISTRIK DI
KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG
BUKAN SOLUSI BAGI RAKYAT APLIM APOM

Akhir Tahun 2008 Sampai Awal Tahun 2009 Telah dan sedang marak dengan pemekaran distrik baik sudah definitiv maupun adapula sedang persiapan rencana pelantikan ke depan ini sebenarnya ”dibatalkan”. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang pemekaran ini dibarengi dengan penerapan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Alasan utama diterbitkan undang-undang ini adalah untuk mempercepat pembangunan provinsi papua sehingga sejajar dengan provinsi lain yang telah lebih maju .Kemudian Otsus Dewasa ini yang telah berjalan 8 tahun, dalam kurun waktu 8 tahun implementasi otonomi khusus telah berhasil memekarkan beberapa wilayah di provinsi Papua sesuai UU No. 26 tahun 2002 tentang Pemekaran 14 Kabupaten salah satunya adalah Kabupaten Pegunungan Bintang, kemudian dari masing-masing Kabupaten mempunyai hak tersendiri yaitu memekarkan distrik dan desa/Kampung.
Hal ini kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, mengara ke pemekaran distrik dan kampung merupakan “Malapetaka bagi rakyat Aplim Apom” artinya, Distrik yang sudah menjadi definitiv pun belum ada tanda-tanda perkembangan pembangunan yang jelas yaitu, baik personil staf distrik, keamanan, tenaga medis, dan tenaga guru pun bulum ditempatkan serta aktifitas kantor juga belum berjalan normal. Contohnya, Distrik Eipomek yang lantik pada bulan November tahun 2008 dan sudah menjalani satu tahun sampai sejauh ini kepala distrik pun belum samapi di lapangan karena pemerintah daerah belum memfasilitasi untuk turun ke lapangan. Sedangkan ditingkat kampung, distrik telah terjadi pemekaran besar-besaran tanpa menilai syarat-syarat sebuah desa atau distrik, dengan demikian hasil pemekaran alias mencapai puluhan distrik dan ratusan desa/kampung di Kabupaten Pegunungan Bintang lantas semua pemekaran ini hendak dibawah kemana? apa ini solusi terbaik untuk rakyat Aplim Apom? Benarkah kebijakan ini untuk merubah pola kehidupan rakyat aplim apom dari tradisional ke modernisiasi? Apa mengantarkan Rakyat aplim apom menujuh kesejahtraan dengan cara menghambat? keempat pertanyaan diatas menjawab dengan sederhana bahwa ingin membangun Pegunungan Bintang baru maka “Pemerintah Daerah jangan saling melemparkan pertanggung jawaban dari pejabat ke pejabat”. Argumen diatas cukup rasional karena dinilai oleh kalangan masyarakat bahwa Pemerintah daerah tidak mampu mengatasi masalah dan bertanggung jawab, jujur saja “Rakyat aplim apom korban karena baku lempar pertanggung jawaban”. Distrik Eipomek saat ini membutuhkan pembangunan secara jelas. ternyata kenyataanya adalah kekecewaan yang mereka terima karena distrik lama di Eipmek belum memenuhi keinginan masyarakat lompat ke Famek menjadi distrik hal ini Pemerintah Daerah benar-benar sangat megecewakan masyarakat distrik Eipomek.